Kupilih Jalanku

Lima alasan penting mengapa harus memilih manhaj/ tata cara beragama mengikuti para sahabat.

Telah kita ketahui bersama bahwasanya pada zaman ini di dalam tubuh kaum muslimin terdapat banyak kelompok-kelompok yang semuanya mengaku diatas kebenaran atau berada diatas petunjuk Al-qur’an dan As-sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan mereka menawarkan berbagai macam metodologi/tata cara beragama yang mereka anggap dapat menghantarkan kelompoknya menuju surga yang dijanjikan.

Tetapi di lain pihak telah kita ketahui bersama bahwasanya kebenaran itu tidak berbilang dan tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan [Yunus (10) :32]. Sehingga dalam masalah ini muncul sebuah pertanyaan dalam benak kita, “ MANAKAH KELOMPOK YANG MEMANG BERADA DIATAS KEBENARAN DAN MEMBAWA PEMAHAMAN YANG BENAR ITU ? ”.

Sejenak bila kita renungi, maka akan kita dapati bahwa “masalah tata cara beragama” ini adalah masalah yang amat besar dan mengambil peran yang amat penting, karena ia mem-pengaruhi kehidupan kita di dunia maupun di akhirat kelak. Karena kebahagiaan kita akan teruji dengan bagaimana kita mengikuti pemahaman beragama.

Bila kita menengok sejenak sumber hukum kita yaitu Al-Qur’an, Hadits-hadits Rasulillah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan perkataan para ulama ahlus sunnah (baik dari kalangan para sahabat, tabi’in, ataupun siapa-siapa dari para ulama yang mengikuti mereka diatas jalannya dengan baik), maka kita akan menemukan jawaban dari pertanyaan diatas yaitu: “Tidak ada metode/tata cara beragama yang benar dan yang menyalamatkan diri seseorang kecuali dengan ia mengikuti metode/tata cara beragamanya para sahabat nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam”.

Diantara alasannya akan disampaikan pada point-point berikut ini :


Pertama, bahwasanya tidak ada jalan petunjuk kecuali jalannya para sahabat, Allah berfirman :


فَإِنْ آمَنُواْ بِمِثْلِ مَا آمَنتُم بِهِ فَقَدِ اهْتَدَواْ
Maka jika mereka (manusia) beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk. “ [Al baqarah (2) : 137]

Bila kita tengok saat turunnya ayat tersebut, maka yang dimaksud dalam ayat ini sebagai dhomir “kamu” adalah para sahabat, sehingga pada ayat ini Allah menjelaskan pada kita bahwa “hanya saja hidayah itu dapat diperoleh dengan mengikuti metode beragamanya para sahabat”.

Dan kita ketahui bersama bahwasanya dalam satu hari tidak kurang dari tujuh belas kali kita memohon petunjuk kepada Allah, setidaknya yaitu didalam sholat dikala kita membaca surat Al-fatihah. Sehingga dalam tafsir Ad-Dur Al-Mantsur, karangan imam suyuti, beliau mengatakan :

وأخرج عبد بن حميد وابن جريج وابن أبي حاتم وابن عدي وابن عساكر من طريق عاصم الأحول عن أبي العالية في قوله { الصراط المستقيم } قال : هو رسول الله صلى الله عليه وسلم وصاحباه
Dan dikeluarkan oleh ‘abdun bin humaid, ibnu juraij, ibnu abi hatim, ibnu ‘adi, dan  ibnu ‘asakir dari  jalan ‘asim al-ahwal tentang firman “الصراط المستقيم” abul aliyah mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kedua sahabatnya.(Abu Bakar dan Umar radhiyallahu 'anhuma).

وأخرج الحاكم وصححه من طريق أبي العالية عن ابن عباس في قوله { الصراط المستقيم } قال : هو رسول الله صلى الله عليه وسلم وصاحباه . ) تفسير الدر المنثور - السيوطي (
Dan diriwayatkan oleh Al-Hakim dan ia men-shahihkannya dari jalan Abul ‘Aliyah, dari ibnu ‘Abbas tentang firman “الصراط المستقيم” Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kedua sahabatnya (Abu Bakar dan Umar radhiyallahu 'anhuma). (Tafsir ad-dur al-mantsur, karangan Imam As-Suyuti, dalam pembahasan tafsir Al fatihah)
 Dan dalam tafsirnya, imam Ath Thabari menjelaskan tentang Shirot Al Mustaqim, beliau membawakan atsar,
وأخرج ابن جرير عن أبي زيد في قوله { صراط الذين } قال : النبي صلى الله عليه وسلم ومن معه .) تفسير الطبري(
Dan diriwayatkan oleh ibnu jarir, dari Abu zaid tentang firman “صراط الذين” Abu Zaid mengatakan yaitu (jalannya) Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan siapa yang bersamanya (yaitu para sahabat). (Tafsir Ath-Thobari, dalam pembahasan tafsir Al fatihah)


Kedua, bahwasanya kita wajib beragama dengan menempuh jalan beragamanya para sahabat, bila tidak demikian maka kita akan diadzab oleh Allah dengan neraka jahanam dimana ia adalah seburuk-buruk tempat kembali, Allah jalla jalaluh berfirman,

وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءتْ مَصِيرًا
Dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” [An-Nisaa’ (4) : 115]

Sekali lagi bila kita renungkan bahwa yang dimaksud pada ayat ini sebagai “orang-orang beriman” adalah bukan umumnya kaum muslimin yang hidup saat ini, melainkan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang ada pada saat ayat tersebut turun.


Ketiga, bahwasanaya tidak ada jalan menuju surga, dan tidak ada jalan yang membawa kita kepada keridhaan Allah jalla jalaluh kecuali jalan yang ditempuh oleh para sahabat, Allah berfirman

وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” [At taubah (9) : 100]

Dalam ayat ini Allah jalla jalaluh menjelaskan bahwa kemenangan itu hanya diberikan kepada “mereka yang mengikuti dengan baik” jalannya para sahabat, baik dari muhajirin maupun anshar.


Keempat, bahwasanya tidak ada jalan yang selamat dari kesesatan kecuali jalan yang ditempuh oleh para sahabat, terutama disaat terjadinya perpecahan ditengah-tengah kaum muslimin. Sebagaimana yang disabdakan oleh rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي
dari Abdullah bin ‘Amr, ia berkata, Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam bersabda, "dan Sesungguhnya bani Israil akan terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan. Sedangkan umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga kelompok. Semuanya akan masuk neraka, kecuali satu golongan saja. " Para sahabat bertanya, "Siapakah golongan itu, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Golongan yang mengikuti ajaranku dan ajaran para sahabatku. " [H.R Tirmidziy]

dan juga dalam hadits yang lain, rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda seraya memperingatkan kita bahwasanya akan datang perpecahan ditengah umat ini, sehingga akhirnya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam-pun memberikan solusi yang terbaik bagi kita dari perpecahan tersebut yaitu sebagaimana sabda beliau,

فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ، فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
"Hendaklah kalian berpegang teguh terhadap ajaranku dan ajaran Khulafaurrasyidin (yaitu Abu Bakar Ash Shiddiq, umar bin khaththab, utsman bin affan, Ali bin Abi Thalib) yang mendapatkan petunjuk, gigitlah (genggamlah dengan kuat) dengan geraham. Hendaklah kalian menghindari perkara yang diada-adakan, karena semua perkara bid’ah adalah sesat" [HR. Abu Dawud dan Turmuzi, dia berkata : hasan shahih] {dicantumkan oleh Imam Nawawi Asy Syafi’iy rahimahullahu ta’ala dalam arba’in an-nawawiy hadits no.28}

Inilah wasiat dan sekaligus perintah rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dikala umat ini terjadi perselisihan.


Kelima, wajibnya kita mengikuti para sahabat dalam memahami dan mengamalkan agama ini dikarenakan mereka adalah saksi turunnya Al-Qur’an, merekalah yang paham tentang sebab turunnya suatu ayat, merekalah yang hadir di samping rasulullah, sehingga dikala mereka salah, ada rasulullah ditengah-tengah mereka yang mengingatkan mereka, sehingga mereka memahami seperti apa yang diinginkan oleh Allah dan RasulNya. Sehingga Ibnu Abil ‘Izzi Al-Hanafi membawakan ucapan Abdullah bin mas’ud radhiallahu ‘anhu salah seorang ulama dari kalangan para sahabat :

وما أحسن قول عبد الله بن مسعود رضي الله عنه ، حيث قال : من كان منكم مستناً فليستن بمن قد مات ، فإن الحي لا تؤمن عليه الفتنة ، أولئك أصحاب محمد صلى الله عليه وسلم ، كانوا أفضل هذه الأمة ، أبرها قلوباً ، وأعمقها علماً وأقلها تكلفاً ، قوم اختارهم الله لصحبة نبيه وإقامة دينه ، فاعرفوا لهم فضلهم ، واتبعوهم في آثارهم ، وتمسكوا بما استطعتم من أخلاقهم ودينهم ، فإنهم كانوا على الهدى المستقيم .
Dan alangkah baiknya/indahnya ucapan Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, dimana dia berkata : “Barangsiapa diantara kalian yang ingin mencari suri tauladan yang baik maka jadikan yang telah meninggal sebagai suri tauladan, karena yang masih hidup tidak bisa dijamin selamat dari fitnah. Mereka adalah para sahabat Muhammad shollallohu alaihi wa sallam. Mereka adalah semulia-mulianya umat ini, yang paling baik hatinya, yang paling mendalam ilmunya, yang paling sedikit berlebih-lebihan. Mereka adalah sekelompok orang yang Allah pilih untuk menemani Nabi-Nya serta untuk menegakkan agama-Nya. Maka kenalilah jasa-jasa mereka dan ikuti jejak mereka serta berpegang teguhlah dengan akhlak serta agama mereka karena mereka berada diatas jalan yang lurus”.( “Syarah Aqidah Thohawiyah oleh Ibnu Abil ‘Izzi Al-Hanafi” pada pembahasan “ونتبع السنة والجماعة ، ونجتنب الشذوذ والخلاف والفرقة ”)


Dan akhirnya kami cukupkan 5 point ini sebagai alasan mengapa harus berjalan diatas jalannya para sahabat rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, baik dalam pokok aqidahnya, pokok ibadahnya, dan muamalahnya.

Sehingga pada zaman ini bila kita menemukan sebuah perayaan, ibadah, maupun aqidah yang tidak dikenal dan diamalkan oleh para sahabat rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka wajib bagi kita untuk meninggalkannya dan tidak mengerjakannya, sebagaimana perkataan seorang ulama yaitu Al-Imam Malik bin Anas rahimahullah Imam Darul Hijrah, Beliau berkata:

مَنِ ابْتَدَعَ فِيْ الإِسْلَامِ بِدْعَةً يَرَاهَا حَسَنَةً فَقَدْ زَعَمَ أَنَّ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‮ ‬خَانَ‮ ‬الرِّسَالَةَ‮ ‬لِأَنَّ‮ ‬اللَّهَ‮ ‬تَعَالَى‮ ‬يَقُوْلُ‮ ‬الْيَوْمَ‮ ‬أَكْمَلْتُ‮ ‬لَكُمْ‮ ‬دِينَكُمْ‮ ‬فَمَا‮ ‬لَمْ‮ ‬يَكُنْ‮ ‬يَوْمَئِذٍ‮ ‬دِيْنًا‮ ‬فَلَا‮ ‬يَكُوْنُ‮ ‬الْيَوْمَ‮ ‬دِيْنًا
“Barang siapa melakukan bid’ah dalam Islam dan menganggapnya baik (bid’ah hasanah), maka sesungguhnya dia telah menuduh Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam mengkhianati risalah, karena Alloh Ta’ala berfirman, ‘Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu.’ Karena itu, apa saja yang di hari itu (hari diturunkannya ayat tersebut) bukan sebagai agama, maka pada hari ini juga tidak termasuk agama.” (Al-I’tishom, Imam Asy Syathibi, pada pembahasan “HARAM BESAR DAN HARAM KECIL”)


Semoga Allah memberikan kita taufik dan hidayahNya untuk menempuh jalanNya yang lurus, yaitu jalannya orang-orang yang Dia beri nikmat baik dari golongan nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid maupun orang-orang shaleh, dan kita berlindung kepadaNYA dari jalannya orang-orang yang Dia murkai dan jalannya orang-orang yang sesat.


Segala puji bagi Allah, selesai ditulis pada (28 shafar 1433)/(23 januari 2012 M).
Surabaya, didalam kamar peristirahatan.
Oleh Abu Ibrahim Ridwan,
Di muroja’ah oleh Al-Ustadz Fachri Permana -Hafizhahullahu-

Maraji’ :
1.    Khutbah jumat dari Al-ustadz Abdurrahman thoyib Lc. Hafizhohulloh.
2.    Qur’an Terjemah Standard DEPAG RI.
3.    Shahih Sunan At-Tirmidziy,Edisi Full Chm. Karya Syaikh Nashiruddin Al Albani, dipublish oleh kampung sunnah.
4.    Kutaib Arbain An Nawawiy .
5.    Al I’tishom, Imam Asy Syathibi.
6.    “ شرح العقيدة الطحاوية ” – “للإمام ابن أبي العز الحنفـي”.
7.    تفسير الدر المنثور – السيوطي.
8.    تفسير الطبري.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Review