Atas Nikmat Penglihatan yang ada Padamu maka Bacalah 2 pertanyaanku

 
الحمد لله
segala puja dan puji hanya milik Allah jalla jalaluh,

yang dengan nikmatnya kita diberi penglihatan yang sempurna sehingga dapat membedakan antara jalan yang benar dan yang salah.

yang dengan nikmatnya, tulang-tulang kita dapat ditegakkan sehingga kita dapat bergerak menuju suatu tempat yang kita inginkan.

Dialah yang Maha Pengasih,
walaupun kita sering bermaksiat kepadaNya, tetapi karena sifatNyalah maka kita masih tetap merasakan nikmatnya hingga saat ini.

maka marilah sekali lagi kita memuji Allah,
الحمد لله رب العالمين,

Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam, beserta keluarganya, para shahabatnya, juga beserta orang-orang yang istiqomah mengikuti jalan beragama mereka hingga hari akhir.

'amma ba'd,

Ya akhil karim,

Saya memiliki 2 pertanyaan untukmu, Bila engkau berkenan maka bacalah pertanyaanku ini.

pertanyaan 1)  Pernahkah engkau mendengar hadits tentang "seorang buta yang meminta izin kepada rasulullah untuk tidak menghadiri jamaah shalat" ??

Bila Pernah ?? Apakah terjadi sesuatu padamu setelah engkau membacanya ??

Bila Belum.. mari kubacakan Kisahnya pada Hadits berikut ini,


Diriwayatkan dari Abu Hurairah, seorang lelaki buta datang kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan berkata, ”Wahai Rasulullah, saya  tidak memiliki penunjuk jalan yang dapat mendampingi saya untuk mendatangi masjid.” Maka ia meminta keringanan kepada Rasulullah untuk tidak shalat berjama’ah dan agar diperbolehkan shalat di rumahnya. Kemudian Rasulullah memberikan keringanan kepadanya. Namun  ketika lelaki itu hendak beranjak, Rasulullah memanggilnya lagi dan bertanya, “Apakah kamu mendengar adzan?” Ia menjawab, ”Ya”. Rasulullah bersabda, ”Penuhilah seruan (adzan) itu.(HR. Muslim).
dalam hadits Ibnu Ummi Maktum. Dia berkata, “Wahai Rasulullah, di Madinah banyak sekali tanaman dan binatang buas. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah kamu mendengar seruan adzan hayya ‘alash sholah, hayya ‘alal falah? Jika iya, penuhilah seruan adzan tersebut”.” (HR. Abu Daud, Shahih)

Ketahuilah ya akhi,
Udzur yang disampaikan dalam hadits ini:
1) Ia seorang yang buta.
2) ia tidak memiliki penunjuk jalan.
3) di jalan antara rumahnya dengan masjid terdapat banyak sekali tanaman dan binatang buas.

Sedangkan atas nikmatnya,
1) kita diberi:
   a) penglihatan,
   b) kekuatan fisik untuk dapat melakukan hal-hal yang kita inginkan,
2) dibentangkan jalan yang begitu terang yang disinari oleh cahaya lampu,
3) dan jaranglah kita temui binatang buas ataupun penghalang-penghalang lain di sana.

bila engkau telah selesai membacanya, apakah ada yang terlintas dibenakmu ??

bila terlintas sesuatu dibenakmu, maka ijinkan saya untuk memperjelas apa yang sedang kita bicarakan disini.

Pertanyaan 2)  tahukah kamu Siapa yang Rasulullah tunjuk sebagai muadzin dikala itu ??

Mungkin bila kita mendengar nama muadzin rasul, maka lebih cepat kita berfikir bahwa itu adalah Bilal-Radhiallahu 'anhu-, tetapi ketahuilah-semoga Allah menghendaki kita diatas kebaikannya-,
bahwasanya muadzin Rasulullah itu ada 2.
benar bahwa salah satunya adalah Bilal-Radhiallahu 'anhu-, tetapi bukanlah beliau -radhiallahu 'anhu- yang sedang kita bicarakan.

tetapi disini kita sedang berbicara tentang muadzin yang seorang lagi.
  

Dialah Ibnu Ummi Maktum,

Ya benar....
dialah shahabat yang diatas tadi sedang kita bicarakan, dialah seorang buta itu, dialah yang mengumandangkan adzan.

dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّ بِلاَلاً يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ
 “Bilal biasa mengumandangkan adzan di malam hari. Makan dan minumlah sampai kalian mendengar adzan Ibnu Ummi Maktum.” (HR. Bukhari no. 623)

maka sekarang, berpikirlah...
bila ibnu ummi maktum, yang mengumandangkan adzan shubuh, maka jam berapa dia berangkat ke masjid ??
lalu dimana kita pada jam2 itu ??

bila ibnu ummi maktum, yang mengumandangkan adzan shubuh,maka jalan yang bagaimana yang dia lewati ??
apakah jalan kita lebih susah dilalui daripadanya ??

Lalu,
apa yang engaku rasakan, jika engkau mendengar adzan shubuh dan engkau mengetahui bahwa yang mengumandangkan adzan itu adalah seorang yang buta ??

apakah engkau akan berpura-pura menjadi seorang yang buta yang terkapar diatas tempat tidur dengan dihiasi dengkuran ??

dimana kita disaat adzan tersebut ?? sementara orang buta itu berada di masjid mengumandangkan adzan ??

Maka renungkanlah....

semoga penglihatanmu, tidak kalah dari  kebutaan ibnu ummi maktum...

dari sahabatmu yang lebih membutuhkan nasihat ini dibandingkan yang membacanya,

Abu Ibrahim Ridwan.
selesai diedit didalam ruang komputasi jurusan matematika ITS, Surabaya
semoga Allah memberkahi tempat ini dan menjauhkannya dari kemaksiatan kepadanya.

Ijinkanlah Saya Menjawab Pertanyaanmu Wahai Saudariku

بسم الله الرحمن الرحيم

Seorang muslimah, diperintahkan untuk menutup auratnya ketika keluar rumah, yaitu dengan mengenakan pakaian syar'i yang dikenal dengan jilbab atau hijab. Namun dalam kenyataan masih banyak di antara para muslimah yang belum mau memakainya. Ada yang dilarang oleh orang tuanya, ada yang beralasan belum waktunya atau nanti setelah pergi haji dan segudang alasan yang lain. Nah apa jawaban untuk mereka?

Belajarlah Untuk Mengatakan Saya Tidak Tahu

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله رب العالمين و صلى الله و سلم و بارك على نبينا محمد و آله و صحبه أجمعين, أما بعد:

1 – عن مَسْرُوقٍ قال كنا عِنْدَ عبد اللَّهِ جُلُوسًا وهو مُضْطَجِعٌ بَيْنَنَا فَأَتَاهُ رَجُلٌ فقال: يا أَبَا عبد الرحمن إِنَّ قَاصًّا عِنْدَ أَبْوَابِ كِنْدَةَ يَقُصُّ وَيَزْعُمُ أَنَّ آيَةَ الدُّخَانِ تجيء فَتَأْخُذُ بِأَنْفَاسِ الْكُفَّارِ وَيَأْخُذُ الْمُؤْمِنِينَ منه كَهَيْئَةِ الزُّكَامِ فقال عبد اللَّهِ وَجَلَسَ وهو غَضْبَانُ: (يا أَيَّهَا الناس اتَّقُوا اللَّهَ من عَلِمَ مِنْكُمْ شيئاً فَلْيَقُلْ بِمَا يَعْلَمُ وَمَنْ لم يَعْلَمْ فَلْيَقُلْ الله أَعْلَمُ فإنه أَعْلَمُ لِأَحَدِكُمْ أَنْ يَقُولَ لِمَا لَا يَعْلَمُ الله أَعْلَمُ فإن اللَّهَ عز وجل قال لِنَبِيِّهِ صلى الله عليه و سلم: قُلْ ما أَسْأَلُكُمْ عليه من أَجْرٍ وما أنا من الْمُتَكَلِّفِينَ.

Artinya: ” Masruq rahimahullah berkata: ” Kami pernah duduk bersama Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau sambil tiduran di antara kami, lalu datang seorang laki-laki dan berkata: ” Wahai Abu Abdirrahman (panggilan untuk Abdullah bin Mas’ud-pent), ada seorang tukang dongeng di daerah Kindah (sebuah tempat di daerah Kufah-pent) bercerita dan mendakwakan tentang ayat di dalam surat Ad-Dukkan, (bahwa akan ada asap yang datang pada hari kiamat-pent) lalu mencabut jiwa-jiwa orang kafir dan mengambil orang-orang beriman seperti terjadinya flu terhadap mereka, lalu Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu duduk dalam keadaan marah dan berkata: ” Wahai manusia, takutlah kepada Allah, barangsiapa di antara kalian yang mengetahui sesuatu maka katakanlah sesuatu yang dia ketahui saja dan barangsiapa yang tidak mengetahui maka katakanlah: ” Allah a’lam (Allah lebih mengetahui) “, karena sesungguhnya orang yang paling berilmu dari kalian adalah seseorang yang mengatakan terhadap apa yang dia tidak ketahui: “Allah a’lam (Allah lebih mengetahui)”, sesungguhnya Allah telah berfirman kepada nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam: “Katakanlah (hai Muhammad): ” Aku tidak meminta upah sedikit pun kepadamu atas dakwahku; dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan”. (QS. Shaad: 86″. HR. Bukhari, no. 4531 dan Muslim, no. 7244).

2 – عن ابن مَسْعُودٍ رضي الله عنه قال: (إن الذي يُفْتِي النَّاسَ في كل ما يستفتي لَمَجْنُونٌ).

Artinya: “Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: ” Sesungguhnya yang berfatwa kepada manusia di setiap apa yang ditanyakan kepadanya, adalah benar-benar orang gila”. (Riwayat shahih oleh ad-Darimi (1/171), ath-Thabarani di dalam al-Mu’jam al-Kabir, no. 7923, al-Khathib di dalam kitab al-Faqih wa al-mutafaqqih (2/417) dari riwayat al-A’masy dari Abu Wa’il dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu).

3 – عن علي بن أبي طالب رضي الله عنه قال: (يا بردها على الكبد!! أن تقول لما لا تعلم الله أعلم).

Artinya: “Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata: ” Sungguh sangat sejuk di dalam hati…ketika kamu mengatakan sesuatu yang kamu tidak ketahui: “Allah a’lam (Allah lebih mengetahui)”. (Riwayat shahih oleh Ad-Darimi (1/175,176), Ibnu Asakir di dalam kitab Tarikh Dimasyq (42/510) dan al-Khathib di dalam kitab al-Faqih wa al-Mutafaqqih (2/362) dari riwayat ‘Atha’ ni as-saib dari Abul Bakhtari dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu).

4 – عن ابن عمر رضي الله عنهما: (أنه سئل عن شيء فقال لا ادري ثم قال أتريدون أن تجعلوا ظهورنا جسوراً لكم في نار جهنم، أن تقولوا أفتانا ابن عمر بهذا). (صحيح)

Artinya: “Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah ditanya tentang sesuatu, lalu beliau menjawab: “ Laa adri (saya tidak tahu), kemudian beliau berkata: “Apakah kalian ingin menjadikan punggung kami jembatan bagi kalian di neraka Jahannam, kalian mengatakan: ” Ibnu Umar telah berfatwa dengan ini “. (Riwayat shahih oleh al-Fasawi di dalam kitab al-Ma’rifah wa at-Tarikh (1/hal. 266) dan al-Khathib di dalam kitab al-Faqih Wa al-Mutafaqqih (2/hal: 364) dan Ibnu Asakir di dalam kitab Tarikh Dimasyq (31/hal. 168) dari riwayat Ibnul Mubarak dari haiwah bin Syuraih dari ‘Uqbah bin Muslim).

5 – عن ابن عمر رضي الله عنهما: (أن رجلا سأله عن مسألة؟ فقال: لا علم لي بها، فلمَّا أدبر الرجل قال ابن عمر: نِعْمَ ما قال ابن عمر!! سُئِلَ عَمَّا لا يعلم فقال: لا علم لي بها)

Artinya: “Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah ditanya oleh seseorang tentang sebuah permasalahan, beliau menjawab: ” Saya tidak ada ilmu tentang permasalahan itu “, ketika orang tersebut berpaling, Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: ” Sungguh baik perkataan Ibnu Umar!!, ditanya tentang sesuatu yang dia tidak ketahui maka dia mengatakan: ” Saya tidak ada ilmu tentang permasalahan itu “. (Riwayat shahih ad-Darimy (1/no. 179), al-Hakim (3/no. 6378) dan Ibnu Asakir di dalam kitab Tarikh Dimasyq (31/hal. 168) dari riwayat Hisyam bin ‘Urwah dari bapaknya dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma).

6 – عن خالد بن أسلم قال: خرجنا مع عبد الله بن عمر نمشي فلحقنا أعرابي، فقال: أنت عبد الله بن عمر؟ قال: نعم، قال: سألت عنك فدللت عليك فأخبرني: أترث العمة؟ فقال ابن عمر: لا أدري، فقال: أنت لا تدري ولا ندري، قال: نعم اذهب إلى العلماء بالمدينة فسلهم، فلمَّا أدبر؛ قَبَّل ابنُ عمرَ يديه فقال: نعمَّ ما قال أبو عبد الرحمن سُئل عمَّا لا يدري فقال: لا أدري).

Artinya: ” Khalid bin Aslam berkata: ” Kami pernah berjalan bersama Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, lalu ada seorang A’rabi (dari kampung Arab) menghampiri kami dan berkata: “Apakah engkau Abdullah bin Umar? “, beliau (Abdullah bin Umar) menjawab: ” Iya “, orang dari kampung Arab ini berkata: “Aku bertanya tentang engkau lalu aku diberi unjuk tentang keberadaan engkau, maka sekarang beritahukanlah kepadaku: “Apakah bibi mewarisi? “, Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma menjawab: ” Laa adri (saya tidak tahu) “, orang tersebut berkata: ” Kamu tidak mengetahuinya dan kitapun tidak mengetahuinya, (bagaimana ini?), Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: ” Iya (demikian), pergilah kepada para ulama di kota Madinah, bertanyalah kepada mereka “, ketika hendak pergi orang tersebut mencium kedua tangan Abdullah bin Umar seraya berkata: ” Sungguh baik apa yang dikatakan Abu Abdirrahman (yaitu: Abdullah bin Umar) ditanya tentang sesuatu yang dia tidak ketahui maka beliau menjawab: ” Saya tidak tahu “. (Riwayat Hasan oleh al-Baihaqi di dalam kitab as-Sunan al-Kubra (4/no. 7021) dan disebutkan oleh Ibnu hajar di dalam kitab Taghligh at-Ta’liq (3/hal. 5)dari beberapa riwayat berasal dari Ahmad bin Syu’aib, beliau berkata: “Aku telah diberitahukan oleh Bapakku, beliau mendapatkan riwayat dari Yunus dari Ibnu Syihab dari Khalid bin Aslam dia berkata:…”)

7 – عن عبد الرحمن بن أبي ليلى قال: (أدركت عشرين ومائة من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم، فما كان منهم مُحَدِّثٌ إلا وَدَّ أنَّ أخاه كفاه الحديث، ولا مفت إلا وَدَّ أنَّ أخاه كفاه الفتيا). (حسن)

Artinya: “Abdurrahman bin Abi Layla berkata: “Aku telah bertemu dengan 120 orang dari shahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka tidak ada seorangpun di antara mereka sebagai juru bicara kecuali menginginkan kawannya yang mencukupkan pembicaraan dan tidak seorang dari mereka sebagai pemberi fatwa kecuali menginginkan kawannya yang lain yang menyampaikan fatwa “. (Riwayat hasan di sebutkan oleh Ibnul Mubarak di dalam kitab Zuhud,no. 58, ad-Darimi (1/135), Ibnu Hibban di dalam kitab ats-Tsiqat (9/hal. 215) dan yang lainnya dari riwayat ‘Atha bin Saib dari Abdurrahman bi Abi layla).

8 – عن ابن حصين قال: (إِنَّ أَحَدَهُمْ لَيُفْتِي في الْمَسْأَلَةِ وَلَوْ وَرَدَتْ على عُمَرَ بنِ الخَطَّابِ لَجَمَعَ لها أَهْلَ بَدْرٍ).

Artinya: ” Ibnu Hushain rahimahullah berkata: ” Sungguh seorang dari mereka suka memberi fatwa dalam sebuah permasalahan, seandainya permasalahan tersebut sampai kepada Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu niscaya beliau mengumpulkan para pejuang peperangan Badr “. (Riwayat hasan oleh al-Baihaqi di dalam kitab al-Madkhal (1/no. 803) dan dari jalannya Ibnu Asakir di dalam kitab Tarikh Dimasyq (38/hal. 410, 411) dari beberapa riwayat dari Abi Syihab al-Hannath dari Ibnu Hushain dengan riwayat ini).

9 – قال سفيان الثوري رحمه الله: (أدركت الفقهاء وهم يكرهون أن يجيبوا في المسائل والفتيا، ولا يفتون حتى لا يجدوا بُداً من أن يفتوا).

Artinya: ” Sufyan ats-Tsaury rahimahullah berkata: “Aku menemui para ahli fikih, mereka membenci untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dan permintaan fatwa dan mereka tidak berfatwa sampai tidak mendapatkan alasan kecuali harus berfatwa “. (Riwayat shahih dikeluarkan oleh al-Ajurry di dalam kitab Akhlaq al-ulama, no. 80, dari Ja’far bin Muhammad Ash Shundali, beliau berkata: “Kami telah diberitahukan oleh Muhammad bin al-Mutsanna, beliau berkata: “Aku telah mendengar Bisyr bin al-Harits berkata: “Aku telah mendengar al-Mua’fa bin Imran menyebutkan tentang Sufyan…”).

10 – وعن الأعمش قال: (ما سَمِعْتُ إِبْرَاهِيمَ – يَعْنِيِ النَّخَعِي- يقول قطُّ حَلالٌ ولا حَرَامٌ، إنَّما كان يقول: كانوا يكرهون، وكانوا يستحبُّون).

Artinya: ” al-A’masy rahimahullah berkata: “Aku tidak pernah mendengar sekalipun Ibrahim an-Nakha-i mengatakan halal tidak haram, dia hanya mengatakan: ” Mereka membencinya dan mereka menganjurkannya “.(Sanadnya hasan diriwayat oleh ad-Darimi (1/184) beliau berkata: “Kami telah diberitahukan oleh Harun, dia mendapatkan riwayat dari Hafsh, dia mendapatkan riwayat dari al-A’masy).

11 – عن الشَّعْبِيِّ قال : (لَا أَدْرِي نِصْفُ الْعِلْمِ).

Artinya: “Asy-Sya’bi rahimahullah berkata: ” Perkataan “Aku tidak tahu ” adalah setengah ilmu “. (Riwayatnya shahih dikeluarkan oleh ad-Darimi (1/180) dan al-Baihaqi di dalam kitab al-Madkhal (1/ no. 810) dari riwayat-riwayat dari Abu ‘Uwanah dari Mughirah dari Asy-Sya’bi).

12 – عن عبد الله بن يزيد بن هرمز قال: (يَنْبَغِي لِلْعَالِمِ أَنْ يُوَرِّثَ جُلَسَاءَهُ من بَعْدِهِ لَا أَدْرِي حتى يَكُونَ ذلك أَصْلًا في أَيْدِيهِمْ يَفْزَعُونَ إلَيْهِ، فَإِذَا سُئِلَ أَحَدُهُم عَمَّا لا يَدْرِيِ قَاَلَ لا أَدْرِيِ).

Artinya: “Abdullah bin Yazid bin Hurmuz rahimahullah berkata: ” Semestinya bagi seorang yang berilmu untuk mewariskan kepada murid-muridnya setelahnya, perkataan ” Saya Tidak Tahu “, sampai itu menjadi prinsip di tangan-tangan mereka, mereka selalu condong kepadanya, jika salah seorang mereka ditanya tentang sesuatu yang dia tidak ketahui, dia mengatakan: ” Saya tidak Tahu “. (Riwayat shahih di keluarkan oleh al-Fasawi di dalam kitab al-ma’rifat wa at-Tarikh (1/hal. 367) dari beberapa jalan dari Ibnu Wahb dari Malik, beliau berkata: “Aku telah mendengar Abdullah bin Yazid bin Hurmuz berkata: “…”).

13- عن يَحْيَى بن سَعِيدٍ قال:سَأَلْتُ ابْنًا لِعَبْدِ اللَّهِ بن عُمَرَ عن مَسْأَلَةٍ فلم يَقُلْ فيها شيئا فَقِيلَ له إنَّا لَنُعْظِمُ أَنْ يَكُونَ مِثْلُكَ ابن إمَامِ هُدًى تُسْأَلُ عن أَمْرٍ ليس عِنْدَكَ فيه عِلْمٌ، فقال أَعْظَمُ وَاَللَّهِ من ذلك عِنْدَ اللَّهِ وَعِنْدَ من عَرَفَ اللَّهَ وَعِنْدَ من عَقَلَ عن اللَّهِ أَنْ أَقُولَ ما ليس لي بِهِ عِلْمٌ أو أُخْبِرَ عن غَيْرِ ثِقَةٍ)

Artinya: ” Yahya bin Sa’id rahimahullah berkata: “Aku bertanya kepada anak Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma tentang sebuah permasalahan, beliau tidak menjawab sesuatupun dari pertanyaan tersebut, lalu ada yang berkata kepada beliau: ” Sungguh kami merasa sangat keheranan, orang sepertimu, anaknya seorang pemimpin (di dalam ilmu) yang memberikan petunjuk, ditanya sebuah perkara dan kamu tidak mempunyai ilmu di dalamnya, maka beliau (anak Abdullah bin Umar) menjawab: ” Demi Allah lebih heran lagi dari itu, di sisi Allah dan bagi orang yang mengenal Allah, bagi orang yang mengetahui akan Allah yaitu aku mengatakan sesuatu yang aku tidak memilki ilmu akannya atau aku diberitahukan dari orang yang tidak dipercaya “. (Riwayat shahih dikeluarkan oleh asy-Syafi’ie di dalam kitab al-Musnad (1/hal. 342) dan di dalam kitab al-Umm (6/104), ad-Darimi di dalam al-Musnad (1/no. 114) dari beberapa riwayat dari Sufyan bin ‘Uyainah dari Yahya bin Sa’id).

14- وقال أحمد بن حنبل قال سمعت الشافعي قال سمعت مالكاً قال سمعت ابن عجلان قال: (إذا أغفل العالم لا أدري أصيبت مقاتله).

Artinya: “Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata: “Aku telah mendengar asy-Syafi’ie berkata: “Aku telah mendengar Malik berkata: “Aku telah mendegar bin ‘Ajlan berkata: ” Jika seorang yang berilmu lalai dari perkataan ” Saya tiak tahu “, maka perkataannya terkena kesalahan “. (Riwayat shahih oleh al-Ajurry di dalam kitab akhlaq al-Ulama (no. 106), al-Baihaqi di dalam kitab al-Madkhal (1/812) dan dari jalannya Ibnu Shalah meriwayatkan di dalam kitab Adab al-Mufti dan al-Mustafti (1/177), beliau berkata: “Riwayat sanadnya agung dan jarang sekali karena di dalamnya terkumpul para imam yang tiga, sebagian meriwayatkan sebagian yang lain”). Wallahu a’lam.

و صلى الله و سلم و بارك على نبينا محمد و آله و صحبه أجمعين, و الحمد لله رب العلمين

Disusun oleh Abu Abdillah Ahmad Zainuddin
artikel berita-sunnah

Antara Agama dan Akhlak Seseorang

Pertanyaan:

Mana yang lebih utama, seorang yang agamanya kurang tetapi akhlaqnya bagus atau seorang yang agamanya bagus (iltizam/kokoh dalam mengamalkan syariat) tetapi akhlaqnya kurang? Dan bagaimana hubungannya dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam, “akhlaq yang baik akan pergi membawa dua kebaikan, kebaikan dunia dan akhirat” [1] sebagaimana jawaban beliau terhadap Ummi Salamah?


__________________________________________________________________________

Syaikh Muhammad bin Sholeh al Utsaiminrahimahullah Menjawab:

Tidak diragukan lagi bahwa termasuk dari kesempurnaan agama adalah sempurnanya akhlaq, sebagaiamana telah sahih dari Nabi shallallahu ‘alahi wassallam bahwa beliau bersabda, “Muslim yang paling sempurna imannya adalah yang paling bagus akhlaqnya” [2]. Oleh karena itu, orang yang akhlaqnya kurang maka sejatinya agamanya juga kurang karena kesempurnaan agama menuntut bagusnya (atau sempurnanya) akhlaq. 
Dan (sebaliknya) sebagaimana telah kami sebutkan sebelumnya[3] bahwa bagusnya akhlaq akan tergambar dalam muammalahnya dengan makhuq dan sang Khaliq. Maka jelas bahwa sempurnya akhlaq juga dengan sempurnanya agama [4].
Sesungguhnya pengaruh seorang yang memiliki kesempurnaan akhaq terhadap sesama, seperti untuk menarik dan membawanya kedalam agama Islam, tentu lebih besar pengaruhnya dari pada seorang yang beragama tetapi berakhlaq buruk. Dan jika ada orang yang agamanya kuat ditambah baik akhlaqnya maka yang demikian adalah lebih sempurna lagi.  Adapun menganggap lebih utama orang yang  kuat ibadahnya saja tetapi akhlaqnya buruk maka itu masalah yang tidak bisa dipastikan.
Semoga Allah menjadikan kita sebagai orang-orang yang berpegang teguh pada Al Qur’an dan As Sunnah, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan mewafatkan kita atas yang demikian itu. Dan menjadi wali kita di dunia dan akhirat. Dan semoga tidak menjadikan penyakit di hati kita setelah Dia menunjukinya. Dan menganuregahi kepada kita rahmatNya sesungguhnya Dia Maha Pemberi.  

Diterjemahkan dari Kutaib “Makaarimu Al Akhlaq” oleh syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah.
Abu Zakariya Sutrisno. Riyadh, 12 Shofar 1433 H (6 Jan 2011)

Notes:
[1].  Diriwayatkan Thabrani di dalam Ausath (3/279), Al Kabir (23/222), dan Abd bin Humaid di dalam Musnadnya (1/365).
[2].  Diriwayatkan Abu Dawud dalam kitabu as Sunnah bab ad Dalilu ‘ala Ziyadati Al Iman wa Nuqshanihi (4672), Tirmidzi  dalam kitabu ar Radha’u  bab ma Ja’a fi Haqqi al Mar’ah ‘ala Zaujiha(1162). Tirmidzi: Hadis hasan shahih

[3].  Sebelumnya beliau memberi penjelasan tentang definisi, cangkupan dan contoh dari akhlaq mulia. Intisari dari yang beliau sampaikan dapat ditemukan pada artikel yang telah kami tulis di: http://ukhuwahislamiah.com/2011/02/10/akhlaq-yang-mulia/
[4].  Dari sini jelaslah bahwa orang-orang kufar adalah orang yang buruk sekali akhlaqnya karena jeleknya muammalah dengan Sang Penciptanya. Mereka mensekutukanNya dengan yang lainya dan tidak tunduk terhadap syariatNya.  Sangat disayangkan sebagian kaum muslimin memuji-muji dan bangga dengan orang-orang kufar dan negara mereka. Padahal Allah ta’ala yang Maha Mengetahui atas makhluqNya berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُوْلَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk. (Al Bayyinah: 6)
Adapun bersifat inshaf dan objektif dalam menilai maka tidak mengapa, misal mengakui pada sebagian sisi duniawi mereka memiliki keunggulan misal dalam teknologi.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Review